Monday 9 August 2010

Diskriminasi bentuk baru?

“hahahaha...alay bukan untuk dimusuhin tapi untuk di bina maksudnya BINASAKAN!!!”


Itulah kata kata yang keluar dari salah satu temen saya di sela-sela perbincangan pada sebuah forum jejaring sosial. Sebenernya apa itu alay? Seberapa hinakah mereka sehingga harus dibinasakan?

menurut alat pencarian mainstream di dunia maya, Google , alay atau biasa di tulis 4L4y merupakan akronim dari anak layangan, istilah ini untuk menggambarkan anak yg sok keren, secara fashion, karya (musik) maupun kelakuan secara umum. tetapi menurut versi saya perkembangan istilah ini berawal dari kata bopung atau bocah kampung yang ‘biasanya’ berambut warna layaknya anak layangan akibat sering terkena matahari langsung. Perubahan kata bopung menjadi alay mungkin dikarenakan pengejaan yang lebih enak dan mudah dan juga dikarenakan akhiran –ay yang sering digunakan sebagai nama ‘julukan’ oleh mereka.

Nah sekarang yang menjadi pertanyaan apa permasalahan dari mereka sehingga harus dibinasakan?

yah banyak orang berpendapat mereka sangat meresahkan kehidupan masyarakat baik di dunia nyata maupun dunia maya. Mereka bergaya tulisan yang menggangu pandangan mata, memiliki taste yang buruk soal gaya pakaian dan musik. Sehingga banyak di antara kita menjauh dari mereka , menghina mereka dari belakang ( biasa terjadi di forum-forum dunia maya) dan mengganggap mereka rendah. Yaa saya akui saya pun merasakan gangguan-gangguan seperti itu. Tapi haruskah mereka dibinasakan? saya mengerti mungkin kata ‘dibinasakan’ disini menggunakan majas hiperbola tetapi tidakkah kalian sadar kata-kata dan anggapan negatif kita terhadap mereka dapat melahirkan sebuah bentuk deskriminasi baru? Seperti pembagian kasta yang terjadi di india sebelum masehi, perbudakan di abad ke-5, apartheid sekitar awal abad ke-20 hingga tahun 1990, fasis di zaman hitler, ‘loser-popular’ di kalangan pemuda US, rasisme di abad 20 dan 21.

Miris saya membaca di salah satu situs komunitas terbesar di Indonesia, banyak sekali threads yang dengan sengaja merendahkan seseorang/komunitas dengan sebutan alay dan memampang foto-foto mereka (you called alay) di forum forum tersebut, Hey mates you’re so last century, huh!

Tidakkah kalian sadar tindakan kalian amat sangat rendah melebih para mereka (you called alay) yang kalian anggap rendah. Apakah salah mereka sehingga harus menjadi terkenal didunia maya dengan cara dilecehkan?

Gaya pakaian?

Oke dandanan mereka emang tidak up-to date, rambut warna berponi panjang, celana pensil sampai belahan (maaf) pantat kelihatan, memakai baju junkies. Tetapi sebenarnya gaya gaya yang kalian sebut alay tersebut minimal pernah kita gunakan terutama anak anak perkotaan. Celana hipster, celana pensil, rambut belah tengah, rambut emo, tidakah kita ingat? Mereka (you called alay) hanya selangkah lebih telat dari kita.

Gaya tulisan?

Yaah sekali lagi saya akui gaya tulisan mereka memang menggagu mata dan sulit untuk dibaca. tetapi itu hanya sekedar jiwa kreativitas, walaupun cara mereka salah. Biarlah mereka berkreasi jangan kita hina atau batasi. Toh mereka lebih baik dari orang-orang yang hanya bisa menghina karena mereka berani berkreasi dan menumpahkan kreativitas mereka

Selera musik?

Harus diakui industri musik negeri kita memang sedang carut marut, terlalu banyak ekspos dari media cetak maupun elektronik terhadap musik musik tidak berkualitas, dan penyingkiran mereka yang bergerak dijalur musik unmainstream sehingga banyak yang bergerak dijalur indie. Namun ini tidak berarti musik mainstream buruk dan musik indie berkualitas, masih banyak band-band mainstream yang bagus dan tidak selalu musik indie berkualitas, hanya saja mereka tidak terlalu terekspos sehingga tidak semua orang mengetahuinya. Namun yang terjadi di masyarakat adalah musik indie musik mancanegara dibilang keren dan music melayu musik mainstream di bilang alay. Peng-kotak-kotakan musik diperparah dengan perilaku beberapa band-band indie yang dengan sengaja meng-eksklusifkan musik mereka untuk kalangan tertentu dan menghindari kalangan kalangan seperti mereka (you called alay). Band-band indie yang membelot untuk bergerak dijalur mainstream di sebut band-band alay, Sebut saja pewegaskin, Nidji, the Changcuters, maupun the Upstairs, pewegaskin dengan APWGnya, The Changcuter dengan anti Changcutnya begitu pula the upstairs dan Nidji. Tidakah kalian ingat the Upstairs dn Nidji pernah merajai pensi-pensi dan kita ikut menikmatinya, peweegaskin dan the changcuter begitu didewakan disaat mereka masih bergerak dijalur indie dan tidak sedikit diantarakita mengikuti fashion yang mereka kenakan di atas panggung. Jadi apa salahnya mereka bergerak di jalur mainstream bukankah itu merupakan suatu kemajuan untuk menyelamatkan dan memperbaiki industri dan selera musik di masyarakat kita yang telah berada di titik nadir?

Biarlah sebuah musik itu menjadi suatu karya seni yang sakral. Lagu berasal dari suara, sebuah gelombang yang bisa meresonansi hati dan pikiran menjadi sedih, senang bahkan marah. Bagaimana kita bisa menikmatinya, bila keindahan dan muatan emosi di dalamnya dipertanyakan kadar ‘kebagusannya’ dalam peng-kotak-kotakan suatu kalangan?

Akhir kata mari kita hindari diskriminasi dalam bentuk apapun sekarang udah bukan zamannya lagi. Mari hargai perjuangan para pahlawan untuk mempersatukan kita dari berbagai suku dan kalangan kedalam suatu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika.





Maaf jika terjadi kesalahan dan keburukan dalam sistematika penulisan hal ini dikarenakan saya tidak terlalu mengerti tentang jurnalistik formal maupun informal.


Regard,,

Darojatun Nurjati Kuncoro
Peace Love and Rock and Roll

1 comment:

  1. rod, jangan-jangan lo alay juga ya rod, hahaha.. kidding...
    gw setuju banget sama lo... kadang2 orang terlalu berlebihan nganggep alay. alay juga manusia kan rod.. dasar ma erod... hahaha

    ReplyDelete