Friday 10 June 2011

Mama Tweets

::repost::

Dia adalah seorang pecinta kehidupan, karena itu dia tidak banyak tidur. Dalam dunia dimana nasib baik seringkali datang tidak tentu ini, mata tidak boleh terpejam terlalu lama. Pukul enam kurang sepuluh dia bangun pagi. Suaminya bangun lebih cepat, telah berpakaian rapi tidak ingin mentari terlalu tinggi untuk menggorengnya dengan cahaya yang memanaskan besi motor. Dua orang anaknya, satu kelas empat es-de, satu lagi masih te-ka; mulai ribut soal sarapan. Untunglah keluarga sederhana pekerja ibukota ini masih sanggup menggaji seorang pembantu, yang tidak tahu lagi dimana mesti menghabiskan hari tua-nya, kecuali tinggal di kontrakan keluarga ini.
Kesadaran dimulai dari sapaan. Dia memahaminya sebagai hukum alam. Sebelum mata penuh terjaga, tangannya merayapi setiap jengkal ranjang. Dia lega, dia menemukannya. Jari lincah menari, saatnya menghadirkan sapaan hangat di pagi hari.
“Pagi Tweeps..”, dan dia tenggelam dalam dunia baru itu, realita bertukar tempat.
Sejak Blackberry hasil arisan itu dia dapatkan, hidupnya mulai berubah. Apalagi kemudian dia menemukan dunia yang ramah bagi siapa saja yang rajin untuk menyapa, twitter. Di tengah dunia nyata yang memberi curiga pada setiap kata sapa ini, ijazah diploma nya tidak membuka ruang yang luas untuk kehidupan. Apalagi dia menikah cepat dengan jabang bayi yang tidak sabar untuk keluar. Dunia yang gemar memilah ini hanya memberikan peran kecil baginya, menjadi pegawai administrasi di sebuah perusahaan jasa kecil, seorang istri dan ibu dari dua orang anak. Peran yang pada awalnya dinikmatinya sebelum dia terlalu banyak melihat dan kemudian menakar kehidupannya dengan kehidupan orang lain. Fatamorgana memang terlihat indah tetapi dia tidak pernah ada.

Sapaan balasan berhamburan, sementara anak-anaknya masih ribut di dapur. Dia membalas lagi sementara suaminya bertanya tentang sepatu proyek yang mau digunakan. Dia bangkit dari tempat tidur dengan blackberry dalam genggaman. Dia tidak mendengarkan keributan di rumah, dia hanya merasakan keramahan dunia. Pagi ini terlalu indah untuk dilewatkan, followernya meningkat pesat seiring tweet nya yang mencapai ribuan. Lebih indah lagi ketika semakin banyak yang me –retweet sapaan-sapaan sederhananya. Anaknya bertanya tentang uang jajan, tangan kirinya merogoh kantung suami. Anaknya merajuk bekal sarapan, dia perintahkan si bibi memasukkan indomie. Suaminya berpamitan, tangan kirinya melambaikan tangan tanpa pelukan apalagi ciuman. Tangan kanan tidak boleh diganggu, dia sibuk membalas pesan.
Deru motor suami meninggalkan rumah. Deru ojek menjemput anak-anak sekolah. Paru-parunya terasa lapang, jari tangan semakin lincah menari. Dia mohon pamit sebentar kepada para tweeps, berkemas untuk berangkat ke kantor. Dunia yang ramah itu membalas bertubi-tubi, penuh sanjungan, harapan dan godaan. Ah, betapa indahnya dunia ini. Dia mandi lebih cepat dari biasanya (kalau nanti menang arisan lagi, dia akan minta blackberry yang water resistant). Sarapan hanya sedikit, itu juga buah, sayuran dan omelet. Dia sebenarnya lebih suka nasi uduk, sebagaimana dulu masakan itu menjadi favorit keluarga, “nasi uduk mama”, tetapi setelah dia menjadi warga twitterland, rasanya kurang keren ditulis sarapan nasi uduk. Buah, sayuran ditambah omelet akan menuai pujian sebagai gaya hidup sehat. Dan dia segera berkemas menuju kantor..tangan kanan tidak lepas dari benda berharga itu.
Pada saat teman kantornya (yang menang arisan blackberry sebelum dirinya) pertama kali mengenalkan twitter dia mengikutinya dengan polos. Pikirnya ini tentu sama dengan facebook, bertemu teman lama berkenalan teman baru bahas ini itu dan pada akhirnya orang akan tahu juga siapa dia. Dalam Bio singkat dia menulis : karyawan swasta. Dia mem-follow ratusan nama-nama beken, artis, sosialita, eksekutif hingga pejabat kepolisian. Dia masih bingung dengan apa yang dibicarakan orang-orang di dunia kecil itu (tentu lebih kecil dari facebook). Minggu pertama, followernya satu orang (yaitu temannya yang mengenalkan twitter itu). Minggu kedua, bertambah enam orang, itu adalah teman-teman arisan kantor yang dia minta untuk juga main twitter. Minggu ketiga, petaka terjadi, followernya berkurang dua orang, karena mereka ribut soal kocokan arisan.
Dia sudah akan mengakhiri petualangannya di dunia twitter ini ketika melihat dunia ini juga tidak memberi ruang yang luas untuknya. Tetapi pantauan sejenak membuat pikirannya berubah. Dia melihat perempuan-perempuan yang malang melintang di dunia ini. Dia membaca bio mereka tidak pernah mencantumkan pekerjaan layaknya KTP. Dia membaca tweet mereka, tidak pernah berurusan dengan hal-hal yang serius apalagi masalah dapur. Dia belajar cara mereka menyapa, membalas dan menggoda. Dia semakin tekun melihat bagaimana cara mencari kata-kata bijak, dipungut dari siapa saja, dilemparkan ke dunia twitter lalu menuai tanggapan. Dan pelajaran paling penting dari semua itu; senantiasa sisipkan bahasa inggris di tengah lingua franca melayu pasar yang payah. Untuk soal terakhir dia tidak terlalu buruk.
Bio nya berganti kata : mother of two kids, tweet-lover, workaholic. Dia mulai menyapa siapa saja yang diikuti. Dia mengatur waktunya pada waktu jam-jam kosong dimana kantor dan keluarga tidak membutuhkannya. Usahanya mulai menuai hasil followernya bertambah tapi masih merangkak. Tetapi dia mulai menemukan kebahagiaan. Di dunia ini orang tidak peduli dengan pekerjaannya, mereka hanya ingin mendengar kicau indah tentang fatamorgana. Dia rajin meng-googgling kata-kata bijak, pada awalnya tentang cinta. Ketika dia lihat orang sibuk bicara tentang bumi yang damai, dia juga mulai mencari kata-kata bijaknya. Tidak dinyana followernya tidak lagi merangkak mulai berjalan tegak. Dia mulai memaafkan dirinya ketika kesibukan berbalas kata ini mulai menggerus waktunya bersama anak-anak. Dia mulai menyadari potensi terbesar dalam dirinya yang selama ini terungkap : Dia cepat belajar untuk berkicau.
Bio nya berganti kata : mother of two kids, peacelover, world traveller. Pajangan fotonya berganti, dia pilih yang paling enak dipandang. Pada usia 33 tahun, wajahnya tidak bisa dibilang jelek. Malah dia cukup cantik untuk ukuran perempuan yang tidak sampai menghabiskan satu juta rupiah per bulan untuk perawatan kecantikan. Ini potensi terbesar keduanya. Beberapa follower nyasar mulai menyapanya, kebanyakan laki-laki kalaupun ada perempuan mungkin penyuka sejenis. Tetapi itu belum cukup untuk bisa bersanding dengan perempuan-perempuan dengan bio : PR, Editor, Corporate Secretary, Consultant atau Food Lover. Dia melihat mereka berbicara tentang kebebasan, kicauan mereka tentang ancaman agama pedang dan kegilaan mereka pada seni pertunjukan. Dunia ini benar-benar semakin mudah, dia tinggal bertanya pada google, mencuri dari wikipedia dan menambahkan brainyquotes. Dalam tempo singkat dia faseh berbicara inklusifisme, radikalisme, pacifisme, opera, Ahmadiyah,gallery, libretto dan tentu saja libido. Pilihan terbaik dalam dunia yang ramah itu adalah dengan menjadi terbuka, penuh cinta dan sedikit centil. Suaminya mulai mengeluh di rumah karena tiba-tiba pembantu tua itu menjadi istrinya kecuali di ranjang. Pertengkaran terjadi di malam hari, dia sengit membela diri. Kata-kata berhamburan : gender, kesetaraan, KDRT, libretto dan libido.

Esok paginya bio nya berganti : happy single mom, I love my Life. Tidak dinyana lagi, followernya bertambah pada saat dia mulai membahas relasi perempuan dan laki-laki walaupun pagi harinya suaminya sudah berdamai dengannya. Demikianlah semuanya dimulai, dari kawan arisan hingga kawan siluman dan kopi darat. Dia mulai menemukan dunianya, dan orang tidak peduli siapa dia sebenarnya. Yang terpenting dalam dunia maya itu, berusahalah untuk tampak bijak terus menerus, cintailah perdamaian semati-matinya, reguplah nikmatnya dunia sehisap-hisapnya dan selalu berada di tengah jangan condong kanan atau kiri dan senantiasa menuliskan catatan di pinggir. Dia bertemu dengan para tweeps, berkencan dengan beberapa orang di antaranya dan seringkali dia pulang malam karena dunia maya ini menjadi semakin nyata. Perlahan-perlahan dia ditelan oleh imajinasi kata-kata, itu semua butuh uang.
Jemarinya mengubah dunia dengan mudahnya. Menukar suami dan anak-anak dengan ribuan follower. Mengganti sarapan “nasi uduk mama” dengan “pagi tweeps”. Kehangatan keluarga hilang ditelan *peluk & cium* dalam dunia pura-pura.

sumber: http://itonesia.com

No comments:

Post a Comment